Pelestarian dialek daerah yang rentan punah tengah dilakukan oleh Balai Bahasa Kaltim.

portalbenuaetamnews.com, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tengah aktif melakukan upaya pelestarian terhadap bahasa daerah yang terancam punah di wilayah Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara).

“Program ini merupakan bagian dari mandat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang berfokus pada upaya revitalisasi bahasa daerah,” ujar Yudianti Herawati, Penelaah Teknis Kebijakan Balai Bahasa Kaltim di Samarinda, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa revitalisasi ini bertujuan menghidupkan kembali bahasa daerah yang jumlah penuturnya terus menurun. Berdasarkan peta bahasa, terdapat 16 bahasa daerah di Kaltim dan 11 di Kaltara.

Sejak tahun 2022, Balai Bahasa Kaltim telah menetapkan sejumlah bahasa yang dianggap prioritas untuk direvitalisasi. Di Kaltim, tiga bahasa utama yang menjadi fokus adalah Bahasa Paser, Bahasa Melayu Kutai, dan Bahasa Benuaq.

Pemilihan bahasa tersebut didasarkan pada kekuatan akar budaya dan jumlah penutur di masyarakat, dibandingkan dengan bahasa lain seperti Bugis dan Jawa yang tergolong sebagai bahasa pendatang.

Sementara itu, di Kaltara, Bahasa Bulungan menjadi fokus revitalisasi pada tahun 2023, disusul oleh Bahasa Tidung pada tahun 2024.

“Untuk efisiensi, saat ini kami memusatkan perhatian pada Bahasa Paser dan Melayu Kutai karena dampaknya sangat positif. Bahkan, Bahasa Paser telah memiliki Peraturan Bupati terkait muatan lokal di sekolah,” tambah Yudianti.

Ia juga menyebutkan bahwa program revitalisasi ini dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah agar menyusun bahan ajar muatan lokal di sekolah, sehingga pelestarian bahasa daerah bisa lebih terarah dan terintegrasi dalam pendidikan.

Menurut tipologi bahasa, Kalimantan Timur dikategorikan sebagai wilayah tipe C, artinya bahasa daerahnya mengalami penurunan penggunaan dan tidak lagi diajarkan secara rutin di sekolah. Berbeda dengan tipe A seperti Bahasa Bali, Sunda, dan Jawa yang masih memiliki banyak penutur dan sistem bahasa yang kompleks, serta tipe B yang telah terpengaruh bahasa lain.

“Walaupun Kaltim masuk dalam tipe C, kami masih melihat adanya penggunaan bahasa daerah dalam komunitas masyarakat. Oleh karena itu, program revitalisasi menyasar komunitas serta dunia pendidikan—mulai dari guru, siswa, pengawas, hingga pengambil kebijakan. Fokus utama kami tetap pada siswa,” jelasnya.

Proses revitalisasi dimulai dengan membangun kerja sama dengan para pemangku kepentingan, kemudian melibatkan penutur asli untuk melatih para guru dan komunitas. Para guru yang telah dibekali akan meneruskan pembelajaran bahasa tersebut kepada siswa tingkat SD dan SMP.

Array

Berita Terkait